YOGYAKARTA - Legalitas dunia modifikasi atau kustom belum diakui pemerintah. Banyak pengendara motor yang harus berurusan dengan pihak kepolisian dikarenakan motor atau mobil yang mereka gunakan tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan.
“Kalau ditanya legalitas kustom, sepertinya pertanyaannya menjebak. Satu sisi kita mengusung dunia kustom, tetapi disisi lain, belum ada aturan baku dari pemerintah yang melegalkan dunia kustom," ujar Lulut Wahyudi, ketua penyelenggara Kustomfest 2012 Festival Budaya 'Modifikasi' Indonesia di Jogja Expo Center (JEC) Yogyakarta.
Lulut memberi gambaran bahwa di negara maju seperti Amerika, Jepang, Australia dan lainnya sudah punya legalitas kustom. Beragam motor yang dimodifikasi sesuai keinginan pemiliknya diakui pemerintah dan legal, tetapi hal itu bertolak belakang dengan kondisi di Indonesia.
"Itulah salah satu yang mendasari kustomfest 2012 ini. Kita berharap, peran pemerintah memberikan 'legalitas' terhadap dunia kustom di Indonesia," jelasnya.
Diakui atau tidak, pelaku dunia kustom di Indonesia 'eksistensinya' tersebar. Lulut berharap, hasil karya pelaku kustom yang ada bukan hanya sebagai pajangan, tetapi harus bisa 'nyaman' saat dipakai dalam perjalanan. Ia juga berharap ada 'legalitas' dari bengkel-bengkel kustum yang ada.
"Anak-anak kustom lebih dekat dengan bengkel. Dengan kreatifitas pemilik dan pengelola bengkel muncul 'art' yang luar biasa. Kondisi ini terkadang masih berbenturan dengan penegak hukum," ulasnya.
Lulut tak ingin membahas 'legalitas' itu terlalu jauh. Sebab, kapasitasnya bukan sebagai pemegang kebijakan di pemerintah, tetapi sebagai pelaku dunia kustom di Indonesia.
"Kalau bicara legalitas nanti saya dikira nyalon walikota, terus membuat kebijakan melegalkan. Tidak lah, saya pelaku seni," ucap pria yang beberapa bagian tubuhnya di tatto itu sambil tertawa lebar.
Sebagaimana diketahuia, Kustomfest 2012 yang berlangsung selama dua hari itu bertema 'This is Our Garage'. Artinya, semua dunia kustom bisa ditampilkan dalam gelaran yang akan berakhir hari ini.
"Anak-anak kustom lebih bangga hasil karya mereka tampil dipajang dalam festival ini. Mereka tidak ambil pusing menang atau kalah, tetapi masalah kepuasan dan harga diri," jelasnya.
“Kalau ditanya legalitas kustom, sepertinya pertanyaannya menjebak. Satu sisi kita mengusung dunia kustom, tetapi disisi lain, belum ada aturan baku dari pemerintah yang melegalkan dunia kustom," ujar Lulut Wahyudi, ketua penyelenggara Kustomfest 2012 Festival Budaya 'Modifikasi' Indonesia di Jogja Expo Center (JEC) Yogyakarta.
Lulut memberi gambaran bahwa di negara maju seperti Amerika, Jepang, Australia dan lainnya sudah punya legalitas kustom. Beragam motor yang dimodifikasi sesuai keinginan pemiliknya diakui pemerintah dan legal, tetapi hal itu bertolak belakang dengan kondisi di Indonesia.
"Itulah salah satu yang mendasari kustomfest 2012 ini. Kita berharap, peran pemerintah memberikan 'legalitas' terhadap dunia kustom di Indonesia," jelasnya.
Diakui atau tidak, pelaku dunia kustom di Indonesia 'eksistensinya' tersebar. Lulut berharap, hasil karya pelaku kustom yang ada bukan hanya sebagai pajangan, tetapi harus bisa 'nyaman' saat dipakai dalam perjalanan. Ia juga berharap ada 'legalitas' dari bengkel-bengkel kustum yang ada.
"Anak-anak kustom lebih dekat dengan bengkel. Dengan kreatifitas pemilik dan pengelola bengkel muncul 'art' yang luar biasa. Kondisi ini terkadang masih berbenturan dengan penegak hukum," ulasnya.
Lulut tak ingin membahas 'legalitas' itu terlalu jauh. Sebab, kapasitasnya bukan sebagai pemegang kebijakan di pemerintah, tetapi sebagai pelaku dunia kustom di Indonesia.
"Kalau bicara legalitas nanti saya dikira nyalon walikota, terus membuat kebijakan melegalkan. Tidak lah, saya pelaku seni," ucap pria yang beberapa bagian tubuhnya di tatto itu sambil tertawa lebar.
Sebagaimana diketahuia, Kustomfest 2012 yang berlangsung selama dua hari itu bertema 'This is Our Garage'. Artinya, semua dunia kustom bisa ditampilkan dalam gelaran yang akan berakhir hari ini.
"Anak-anak kustom lebih bangga hasil karya mereka tampil dipajang dalam festival ini. Mereka tidak ambil pusing menang atau kalah, tetapi masalah kepuasan dan harga diri," jelasnya.
Posting Komentar